PENDUDUK, MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN
TENTANG PERSEBARAN PENDUDUK
Kecenderungan manusia untuk
memilih daerah yang subur untuk tempat tinggalnya, terjadi sejak pola hidup
masih sangat sederhana. Itulah maka sejak masa purba daerah sangat subur selalu
menjadi perebutan manusia, sehingga tidak salah lagi bahwa daerah yang subur
ini kemungkinan besar terjadi kepadatan penduduk. Sudah barang tentu hal
semacam ini terjadi didaerah/Negara yang pola hidup penduduknya masih bertani.
Daerah semacam inilah yang kemudian berkembang menjadi
daerah perkotaan, daerah tempat pemerintahan, daerah perdagangan dan
sebagainya.. prinsip tempat tinggal mendekati tempat bekerja yang secara
langsung atau tidak, menimbulkan ketidakseimbangan penduduk ditiap-tiap daerah.
Sehingga terjadi daerah yang berpenduduk padat. Dari prinsip
itulah kemudian terjadi perpindahan penduduk dari satu daerah ke
daerah lain.
STUDI KASUS :
Sudah menjadi hal yang tidak asing
lagi di negeri ini, yang pembangunannya terutama dalam sektor ekonomi belum
merata, jika persebaran penduduk mengikuti persebaran ekonomi. Hal ini dalam
lingkup nasional bisa dilihat pada Ibu Kota Jakarta yang menjadi pusat ekonomi,
hiburan sekaligus pemerintahan yang menjadi daerah terpadat penduduknya
dibanding provinsi lainnya. Lalu, apakah hal ini berlaku juga di tingkat
Kabupaten seperti Karawang?
Data kependudukan hingga September 2008, dari Badan
Kependudukan, Catatan Sipil dan Keluarga Berencana (Badukcatpil & KB)
Karawang menunjukan hal yang mengarah pada teori atau asumsi diatas. Dimana
lokasi-lokasi atau kecamatan yang memiliki daya tarik seperti tempat hiburan,
pusat perbelanjaan dan industri yang menyediakan banyak lapangan kerja menjadi
daerah yang paling banyak penghuninya. Kecamatan Karawang Barat, Klari dan
Telukjambe Timur adalah daerah atau kecamatan paling padat penduduknya di
Kabupaten Karawang, dengan jumlah penduduk diatas 100 ribu jiwa, karena memang
di tiga kecamatan inilah terutama kawasan industri berada.
Sedangkan mengenai kecamatan yang penduduknya paling
sedikit, Kecamatan Pangkalan, Ciampel dan Tegalwaru menjadi kecamatan yang
relatif paling sedikit penduduknya yakni sekitar 3.500 jiwa. Ketiga kecamatan
ini secara geografis letaknya berada cukup jauh dari pusat kota Karawang,
ditambah dengan pertumbuhan ekonominya yang tidak secepat seperti di kecamatan
yang terletak di dekat pusat kota.
Rudi. S, Petugas TU Badukcatpil & KB Karawang,
membenarkan bahwa dorongan ekonomi menjadi faktor utama terpusatnya penduduk di
kecamatan-kecamatan tertentu. Selain itu, menurut Rudi hal ini ditambah juga
dengan jumlah para pendatang terutama yang bekerja di industri-industri yang
ada di Karawang terutama yang ada di Telukjambe dan Klari. Setiap harinya,
menurutnya selalu banyak warga yang membuat Kartu Tanda Penduduk (KTP) Karawang
dan umumnya memang dari mereka adalah warga pendatang.
“Kita bisa lihat sekarang kost-kostan menjamur
dimana-mana, apakah itu dihuni oleh orang asli Karawang, kan tidak, rata-rata
itu dihuni oleh orang pendatang,” ujar Rudi mengenai maraknya pendatang.
Secara keseluruhan, berdasarkan data hingga September
2008, penduduk Karawang kini adalah 1.971.832 jiwa, terdiri dari 997.780
laki-laki dan 974.049 perempuan. Dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 573.900
KK. Angka ini lebih banyak dibanding tahun 2007 dimana penduduk Karawang saat
itu berjumlah 1.929.033 jiwa, dan jauh lebih meningkat dibanding tahun 2005
yakni sebanyak 1.884.997 jiwa.
Bagimana lantas kedepannya? Jika mengacu pada data
yang ada dan mengikuti pada beberapa kemajuan yang mengiringi Karawang, terutama
pada sektor industri maka kedepan bisa dipastikan angka itu semakin membengkak
baik ditambah dengan angka kelahiran maupun desakan para pendatang, hal ini
seiring juga dengan semakin banyaknya pembangunan perumahan yang tentunya
disiapkan terutama bagi warga pendatang.
PENGERTIAN RASIO KETERGANTUNGAN
Rasio Ketergantungan (Dependency Ratio) adalah
perbandingan antara jumlah penduduk berumur 0-14 tahun, ditambah dengan jumlah
penduduk 65 tahun keatas dibandingkan dengan jumlah penduduk usia 15-64 tahun.
Rasio ketergantungan dapat dilihat menurut usia yakni Rasio Ketergantungan Muda
dan Rasio Ketergantungan Tua.
- Rasio
Ketergantungan Muda adalah perbandingan jumlah penduduk umur 0-14 tahun dengan
jumlah penduduk umur 15 – 64 tahun.
- Rasio
Ketergantungan Tua adalah perbandingan jumlah penduduk umur 65 tahun ke atas dengan
jumlah penduduk di usia 15-64 tahun.
Rasio ketergantungan (dependency
ratio) dapat digunakan sebagai indikator yang secara kasar dapat menunjukkan
keadaan ekonomi suatu negara apakah tergolong negara maju atau negara yang
sedang berkembang. Dependency ratio merupakan salah satu indikator demografi
yang penting. Semakin tingginya persentase dependency ratio menunjukkan semakin
tingginya beban yang harus ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai
hidup penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi. Sedangkan persentase
dependency ratio yang semakin rendah menunjukkan semakin rendahnya beban yang
ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai penduduk yang belum
produktif dan tidak produktif lagi.
(sumber:http://missevi.wordpress.com/2010/08/14/rasio-ketergantungan-2/)
PENGERTIAN KEBUDAYAAN
Kebudayaan selalu dimiliki oleh
setiap masyarakat, hanya saja ada suatu masyarakat yang lebih baik perkembangan
kebudayaannya dari pada masyarakat lainnya untuk memenuhi segala kebutuhan
masyarakatnya. Pengertian kebudayaan banyak sekali dikemukakan oleh para ahli.
Salah satunya dikemukakan oleh Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, yang
merumuskan bahwa kebudayaan adalah semua hasil dari karya, rasa
dan cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan
kebendaan, yang diperlukan manusia untuk menguasa alam sekitarnya, agar
kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk kepntingan masyarakat.
Rasa yang meliputi jiwa manusia mewujudkan sega norma
dan nilai masyarakat yang perlu untuk mengatur masalah-masalah
kemasarakatan alam arti luas., didalamnya termasuk, agama, ideology,
kebatinan, kenesenian dan semua unusr yang merupakan hasil ekspresi dari jiwa
manusia. Yang hidup sebagai anggota masyarakat. Selanjtunya cipta merupakan
kemampuan mental, kemampuan piker dari orang yang hidup bermasyarakat dan yang
antara lain menghasilkan filsafat serta ilmu pengetahuan. Rasa dan cipta
dinamakan kebudayaan rohaniah. Semua karya, rasa dan cipta dikuasai oleh karsa
dari orang-orang yang menentukan kegunaannya, agar sesuai dengan kepentingan
sebagian besar, bahkan seluruh masyarakat.
Dari pengetian tersebut menunjukkan bahwa kebudayaan
itu merupakan keseluruhan ari pengetahuan manusia sebagai mahluk sosial, yang
digunakan untuk menginterpretasikan dan memahami lingkungan yang dihadapi,
untuk memenuhi segala kebutuhannya serta mendorong terwujudnya kelakuan manusia
itu sendiri.Atas dadar itulah para ahli mengemukakan adanya unsure
kebudayaan yang umumnya diperinci menjadi 7 unsur yaitu :
- Unsur
religi
- Sistem
kemasyarakatan
- Sistem
peralatan
- Sistem
mata pencaharian hidup
- Sistem
bahasa
- Sistem
pengetahuan
- seni
Bertitik tilah dari sistem inilah
maka kebudayaan paling sedikit memiliki 3 wujud antara lain :
- Wujud
sebagai suatu kompleks dari ide, gagasan, norma, peraturan dan sejenisnya.
Ini merupakan wujud ideal kebudayaan. Sifatnya abstrak, lokasinya aa dalam
pikiran masyarakat dimana kebudayaan itu hidup
- Kebudayaan
sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam
masyarakat
- Kebudayaan
sebagai benda hasil karya manusia
Perubahan kebudayaan pada dasarnya
tidak lain dari para perubahan manusia yang hidup dalam masyarakat yang menjadi
wadah kebudayaan itu. Perubahan itu terjadi karena manusia mengadakan hubungan
dengan manusia lainnya, atau karena hubungan antara kelompok manusia dalam
masyarakat. Tidak ada kebudayaan yanga statis, setiap perubahan kebudayaan
mempunyai dinamika, mengalami perubahan; perubahan itu akibat dari perubahan
masyarakat yang menjadi wadah kebudayaan tersebut.
STUDI KASUS
:
Pentingnya Mendaftarkan Hak
Cipta: Tari Pendet
Kesadaran masyarakat Indonesia dan
pemerintah Indonesia untuk mendaftarkan Hak Cipta di bidang seni dan budaya
sangat perlu digalakan. Karena kita ketahui, Indonesia sangat kaya akan kekayaan
seni dan budaya. Di dalam undang-undang hak cipta sendiri di sebutkan bahwa
“perlindungan suatu ciptaan timbul secara otomatis sejak ciptaan itu diwujudkan
dalam bentuk yang nyata. Pendaftaran ciptaan tidak merupakan suatu kewajiban
untuk mendapatkan hak cipta. Namun demikian, pencipta maupun pemegang hak cipta
yang mendaftarkan ciptaannya akan mendapatkan surat pendaftaran ciptaan yang
dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa
di kemudian hari terhadap ciptaan tersebut (Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual,
2006).
Di dalam pasal 10 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta dikatakan: “Negara memegang Hak Cipta atas folklor
(sekumpulan ciptaan tradisional, baik yang dibuat oleh kelompok maupun perorangan
dalam masyarakat yang menunjukkan identitas sosial dan budayanya berdasarkan
standar dan nilai-nilai yang diucapkan atau diikuti secara turun-temurun
seperti: (1) Cerita Rakyat, puisi rakyat, (2) Lagu-lagu rakyat dan musik
instrumen tradisional, (3) Tari-tarian rakyat, permainan tradisional, (d) Hasil
seni antara lain berupa: Lukisan, gambar, ukiran-ukiran, pahatan, mosaik,
perhiasan, kerajinan tangan, pakaian, instrumen musik dan tenun tradisional)
dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita,
hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian,
kaligrafi, dan karya seni lainnya.
Adapun jangka waktu perlindungan pasal 10 ayat (2) UU
Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta adalah tanpa batas waktu karena negara
memegang hak cipta ini.
Hak Cipta Tari Pendet
Sejarah Tari Pendet:
Tari Pendet awalnya merupakan tari
pemujaan yang banyak diperagakan di pura. Tarian ini melambangkan penyambutan
atas turunnya dewata ke alam dunia. Lambat-laun, seiring perkembangan jaman,
para seniman Bali mengubah Pendet menjadi “ucapan selamat datang”, meski tetap
mengandung anasir yang sakral-religius. Pendet merupakan pernyataan dari sebuah
persembahan dalam bentuk tarian upacara. Tidak seperti halnya tarian-tarian
pertunjukkan yang memerlukan pelatihan intensif, Pendet dapat ditarikan oleh
semua orang, pemangkus pria dan wanita, kaum wanita dan gadis desa. Tarian ini
diajarkan sekedar dengan mengikuti gerakkan dan jarang dilakukan di banjar-banjar.
Para gadis muda mengikuti gerakkan dari para wanita yang lebih senior yang
mengerti tanggung jawab mereka dalam memberikan contoh yang baik. Tari putri
yang memiliki pola gerak yang lebih dinamis dari tari Rejang yang dibawakan
secara berkelompok atau berpasangan, ditampilkan setelah tari Rejang di halaman
pura dan biasanya menghadap ke arah suci (pelinggih) dengan mengenakan pakaian
upacara dan masing-masing penari membawa sangku, kendi, cawan dan perlengkapan
sesajen lainnya (http://budaya-indonesia.org/iaci/Tari_Pendet).
Jika melihat dari pasal 10 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun
2002 tentang Hak Cipta, maka pemerintahlah yang memegang perlindungan hak cipta
tari pendet ini karena termasuk Hak Cipta atas folklor. Pemerintah Indonesia
bisa menyatakan Hak Cipta tari pendet ini kepada dunia Internasional
berdasarkan publikasi-publikasi yang ada, baik publikasi media massa maupun
catatan tertulis lainnya. Begitu pula bagi seniman Bali perlu menunjukan
bukti-bukti publikasi dan catatan-catatan Tari Pendet ini kepada dunia. Memang
langkah ini sudah cukup karena tidak adanya kewajiban pendaftaran Hak Cipta,
hanya saja pencipta maupun pemegang hak cipta yang tidak mendaftarkan
ciptaannya tidak akan mendapatkan surat pendaftaran ciptaan yang dapat dijadikan
sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari
terhadap ciptaan tersebut. Maka tugas pemerintah Indonesia saat ini adalah
menginventarisir kembali kesenian dan kebudayaan Indonesia serta mendaftarkan
semua hak cipta kekayaan seni dan budaya tersebut ke kantor Hak Kekayaan
Intelektual (HKI) RI.
REVIEW:
Kalau pendapat saya tentang
persebaran di Indonesia ini, sangat mengganggu sekali, karena banyaknya
pendatang baru, dapat membuat kepadatan penduduk di kota yang mereka tempati,
misalnya kemacetan yang melanda di kota-kota, banyak yang mencari kerja di kota
besar dengan hanya mengkredit motor yang sekarang ini sudah gampang untuk
membelinya, sehingga semakin padat dengan kendaraan beroda dua.
Dan juga tentang rasio ketergantungan sangat dijadikan
patokan untuk menilai apakah suatu negara itu bisa dikatakan berkembang apa
tidak, karena kalau rasionya rendah otomatis produktivitas di negara tersebut
masih kurang.
Dengan partisipasi masyarakat Indonesia untuk
mendaftarkan atau memetakan Hak Cipta kebudayaan apapun sangatlah dianjurkan,
supaya kedepannya tidak ada sengketa perebutan hak cipta dengan negara lain,
sehingga dapat diselesaikan dengan cara hukum.
No comments:
Post a Comment
Don't forget to give your's comennt :)
Thanks for a lot