BAB I
PENDAHULUAN
1.1) LATAR
BELAKANG
Kemajuan-kemajuan di bidang teknologi dan sosial budaya
mendorong perkembangan berbagai aspek kehidupan manusia diantaranya dalam
berkumpul dan hidup berkelompok. Sebagai suatu bentuk kumpulan manusia dengan ikatanikatan
tertentu atau syarat-syarat tertentu, maka organisasi telah pula berkembang
dalam berbagai aspek termasuk ukuran dan kompleksitas.
Semakin besar ukuran suatu organisasi semakin cenderung menjadi
kompleks keadaannya. Kompleksitas ini menyangkut berbagai hal seperti
kompleksitas alur informasi, kompleksitas komunikasi, kompleksitas pembuat
keputusan, kompleksitas pendelegasian wewenang dan sebagainya.
Kompleksitas lain adalah sehubungan dengan sumber daya manusia.
Seperti kita ketahui bahwa sehubungan dengan sumber daya manusia ini dapat
diidentifikasi pula berbagai kompleksitas seperti kompleksitas jabatan,
kompleksitas tugas, kompleksitas kedudukan dan status, kompleksitas hak dan
wewenang dan lain-lain. Kompleksitas ini dapat merupakan sumber potensial untuk
timbulnya konflik dalam organisasi, terutama konflik yang berasal dari sumber
daya manusia, dimana dengan berbagai latar belakang yang berbeda tentu
mempunyai tujuan yang berbeda pula dalam tujuan dan motivasi mereka dalam
bekerja.
Seorang pimpinan yang ingin memajukan organisasinya, harus
memahami faktorfaktor apa saja yang menyebabkan timbulnya konflik, baik konflik
di dalam individu maupun konflik antar perorangan dan konflik di dalam kelompok
dan konflik antar kelompok.
Pemahaman faktor-faktor tersebut akan lebih memudahkan tugasnya
dalam hal menyelesaikan konflik-konflik yang terjadi dan menyalurkannya ke arah
perkembangan yang positif.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1) Pengertian Konflik
Robbins (1996) dalam “Organization Behavior” menjelaskan bahwa
konflik adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya
ketidaksesuaian antara dua pendapat (sudut pandang) yang berpengaruh atas
pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif.
Sedang menurut Luthans (1981) konflik adalah kondisi yang
ditimbulkan oleh adanya kekuatan yang saling bertentengan. Kekuatan-kekuatan
ini bersumber pada keinginan manusia. Istilah konflik sendiri diterjemahkan
dalam beberapa istilah yaitu perbedaan pendapat, persaingan dan permusuhan.
Perbedaan pendapat tidak selalu berarti perbedaan keinginan. Oleh
karena konflik bersumber pada keinginan, maka perbedaan pendapat tidak selalu
berarti konflik. Persaingan sangat erat hubungannya denga konflik karena dalam
persaingan beberapa pihak menginginkan hal yang sama tetapi hanya satu yang
mungkin mendapatkannya. Persaingan tidak sama dengan konflik namun mudah
menjurus ke aarah konflik, terutuma bila ada persaingan yang menggunakan
cara-cara yang bertentengan dengan aturan yang disepakati. Permusuhan bukanlah
konflik karena orang yang terlibat konflik bisa saja tidak memiliki rasa
permusuhan. Sebaliknya orang yang saling bermusuhan bisa saja tidak berada
dalam keadaan konflik.
Konflik sendiri tidak selalu harus dihindari karena tidak selalu
negatif akibatnya. Berbagai konflik yang ringan dan dapat dikendalikan (dikenal
dan ditanggulangi) dapat berakibat positif bagi mereka yang terlibat maupun
bagi organisasi.
Konflik Menurut Para Ahli
Ada beberapa pengertian konflik menurut beberapa ahli.
1.
Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik
merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan
akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan
pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.
2.
Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat
menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan
konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen organisasi memiliki
kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu sama
lain.
3.
Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi dalam
organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak
menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut
dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam
organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
4.
Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif
yang terjadi pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada
tingkatan organisasi (Muchlas, 1999). Konflik ini terutama pada tingkatan
individual yang sangat dekat hubungannya dengan stres.
5.
Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan interaksi
antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling
tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.
6.
Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi
hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut.
Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan
menyerang secara negatif (Robbins, 1993).
7.
Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan
individu lain, kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam
pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih
individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami (Pace & Faules,
1994:249).
8.
Konflik dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui
perilaku-perilaku komunikasi (Folger & Poole: 1984).
9.
Konflik senantisa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakni
tujuan yang ingin dicapai, alokasi sumber – sumber yang dibagikan, keputusan
yang diambil, maupun perilaku setiap pihak yang terlibat (Myers,1982:234-237;
Kreps, 1986:185; Stewart, 1993:341).
10.
Interaksi yang disebut komunikasi antara individu yang satu
dengan yang lainnya, tak dapat disangkal akan menimbulkan konflik dalam level
yang berbeda – beda (Devito, 1995:381)
Konflik Menurut Robbin
Robbin (1996: 431) mengatakan konflik dalam organisasi disebut
sebagai The Conflict Paradoks, yaitu pandangan bahwa di sisi konflik dianggap
dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok
dan organisasi berusaha untuk meminimalisasikan konflik. Pandangan ini dibagi
menjadi tiga bagian, antara lain:
1.
Pandangan tradisional (The Traditional View). Pandangan ini
menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan,
dan harus dihindari. Konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction,
dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional akibat
komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan di antara orang – orang,
dan kegagalaan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.
2.
Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View. Pandangan
ini menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar
terjadi di dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu
yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi pasti
terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu,
konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong
peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan
sebagai motivasi untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok
atau organisasi.
3.
Pandangan interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini
cenderung mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya konflik. Hal ini
disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi
cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh
karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat
minimum secara berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut
tetap semangat, kritis – diri, dan kreatif.
Konflik Menurut Stoner dan Freeman
Stoner dan Freeman(1989:392) membagi pandangan menjadi dua
bagian, yaitu pandangan tradisional (Old view) dan pandangan modern (Current
View):
1.
Pandangan tradisional. Pandangan tradisional menganggap bahwa
konflik dapat dihindari. Hal ini disebabkan konflik dapat mengacaukan
organisasi dan mencegah pencapaian tujuan yang optimal. Oleh karena itu, untuk
mencapai tujuan yang optimal, konflik harus dihilangkan. Konflik biasanya
disebabkan oleh kesalahan manajer dalam merancang dan memimpin organisasi.
Dikarenakan kesalahan ini, manajer sebagai pihak manajemen bertugas
meminimalisasikan konflik.
2.
Pandangan modern. Konflik tidak dapat dihindari. Hal ini
disebabkan banyak faktor, antara lain struktur organisasi, perbedaan tujuan,
persepsi, nilai – nilai, dan sebagainya. Konflik dapat mengurangi kinerja
organisasi dalam berbagai tingkatan. Jika terjadi konflik, manajer sebagai
pihak manajemen bertugas mengelola konflik sehingga tercipta kinerja yang
optimal untuk mencapai tujuan bersama.
Konflik Menurut Myers
Selain pandangan menurut Robbin dan Stoner dan Freeman, konflik
dipahami berdasarkan dua sudut pandang, yaitu: tradisional dan kontemporer
(Myers, 1993:234)
1.
Dalam pandangan tradisional, konflik dianggap sebagai sesuatu yang
buruk yang harus dihindari. Pandangan ini sangat menghindari adanya konflik
karena dinilai sebagai faktor penyebab pecahnya suatu kelompok atau organisasi.
Bahkan seringkali konflik dikaitkan dengan kemarahan, agresivitas, dan
pertentangan baik secara fisik maupun dengan kata-kata kasar. Apabila telah
terjadi konflik, pasti akan menimbulkan sikap emosi dari tiap orang di kelompok
atau organisasi itu sehingga akan menimbulkan konflik yang lebih besar. Oleh
karena itu, menurut pandangan tradisional, konflik haruslah dihindari.
2.
Pandangan kontemporer mengenai konflik didasarkan pada anggapan
bahwa konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan sebagai konsekuensi
logis interaksi manusia. Namun, yang menjadi persoalan adalah bukan bagaimana
meredam konflik, tapi bagaimana menanganinya secara tepat sehingga tidak
merusak hubungan antarpribadi bahkan merusak tujuan organisasi. Konflik
dianggap sebagai suatu hal yang wajar di dalam organisasi. Konflik bukan
dijadikan suatu hal yang destruktif, melainkan harus dijadikan suatu hal
konstruktif untuk membangun organisasi tersebut, misalnnya bagaimana cara
peningkatan kinerja organisasi.
Konflik Menurut Peneliti Lainnya
1.
Konflik terjadi karena adanya interaksi yang disebut komunikasi.
Hal ini dimaksudkan apabila kita ingin mengetahui konflik berarti kita harus
mengetahui kemampuan dan perilaku komunikasi. Semua konflik mengandung
komunikasi, tapi tidak semua konflik berakar pada komunikasi yang buruk.
Menurut Myers, Jika komunikasi adalah suatu proses transaksi yang berupaya
mempertemukan perbedaan individu secara bersama-sama untuk mencari kesamaan
makna, maka dalam proses itu, pasti ada konflik (1982: 234). Konflik pun tidak
hanya diungkapkan secara verbal tapi juga diungkapkan secara nonverbal seperti
dalam bentuk raut muka, gerak badan, yang mengekspresikan pertentangan (Stewart
& Logan, 1993:341). Konflik tidak selalu diidentifikasikan sebagai
terjadinya saling baku hantam antara dua pihak yang berseteru, tetapi juga
diidentifikasikan sebagai ‘perang dingin’ antara dua pihak karena tidak
diekspresikan langsung melalui kata – kata yang mengandung amarah.
2.
Konflik tidak selamanya berkonotasi buruk, tapi bisa menjadi
sumber pengalaman positif (Stewart & Logan, 1993:342). Hal ini dimaksudkan
bahwa konflik dapat menjadi sarana pembelajaran dalam memanajemen suatu
kelompok atau organisasi. Konflik tidak selamanya membawa dampak buruk, tetapi
juga memberikan pelajaran dan hikmah di balik adanya perseteruan pihak – pihak
yang terkait. Pelajaran itu dapat berupa bagaimana cara menghindari konflik
yang sama supaya tidak terulang kembali di masa yang akan datang dan bagaimana
cara mengatasi konflik yang sama apabila sewaktu – waktu terjadi kembali.
2.2) Jenis dan Sumber Konflik
Menurut James A.F. Stoner
dan Charles Wankel dikenal ada lima jenis konflik yaitukonflik intrapersonal,
konflik interpersonal, konflik antar individu dan kelompok,konflik antar
kelompok dan konflik antar organisasi.
Konflik Intrapersonal
Konflik intrapersonal adalah
konflikseseorang dengan dirinya sendiri. Konflik terjadi bila pada waktu yang
sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus. Sebagaimana
diketahui bahwa dalam diri seseorang itu biasanya terdapat hal-hal sebagai
berikut:
1. Sejumlah kebutuhan-kebutuhan dan peranan-peranan
yang bersaing
2. Beraneka macam cara yang berbeda yang
mendorong peranan-peranan dan kebutuhan-kebutuhan itu terlahirkan.
3. Banyaknya bentuk halangan-halangan yang bisa
terjadi di antara dorongan dan tujuan.
4. Terdapatnya baik aspek yang positif maupun
negatif yang menghalangi tujuan-tujuan yang diinginkan.
Hal-hal di atas dalam proses
adaptasi seseorang terhadap lingkungannya seringkali menimbulkan konflik. Kalau
konflik dibiarkan maka akan menimbulkan keadaan yang tidak menyenangkan. Ada
tiga macam bentuk konflik intrapersonal yaitu:
1. Konflik pendekatan-pendekatan, contohnya
orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama menarik.
2. Konflik pendekatan – penghindaran, contohnya
orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang sama menyulitkan.
3. Konflik penghindaran-penghindaran, contohnya
orang yang dihadapkan pada satu hal yang mempunyai nilai positif dan negatif
sekaligus.
Konflik Interpersonal
Konflik Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan
orang lain karena pertentengan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering
terjadi antara dua orang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan
lain-lain.
Konflik interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang amat
penting dalam perilaku organisasi. Karena konflik semacam ini akan melibatkan
beberapa peranan dari beberapa anggota organisasi yang tidak bisa tidak akan
mempngaruhi proses pencapaian tujuan organisasi tersebut.
Konflik Antar Individu-Individu dan Kelompok-Kelompok
Hal ini seringkali
berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan-tekanan untuk mencapai
konformitas, yang ditekankan kepada mereka oleh kelompok kerja mereka.
Sebagai
contoh dapat dikatakan bahwa seseorang individu dapat dihukum oleh kelompok
kerjanya karena ia tidak dapat mencapai norma-norma produktivitas kelompok
dimana ia berada.
Konflik Antara Kelompok Dalam Organisasi yang Sama
Konflik ini merupakan tipe
konflik yang banyak terjadi di dalam organisasi-organisasi. Konflik antar lini
dan staf, pekerja dan pekerja – manajemen merupakan dua macam bidang konflik
antar kelompok.
Konflik Antara Organisasi
Contoh seperti di bidang ekonomi dimana Amerika Serikat dan
negara-negara lain dianggap sebagai bentuk konflik, dan konflik ini biasanya
disebut dengan persaingan.Konflik ini berdasarkan pengalaman ternyata telah
menyebabkan timbulnya pengembangan produk-produk baru, teknologi baru dan
servis baru, harga lebih rendah dan pemanfaatan sumber daya secara lebih
efisien.
Peranan Konflik
Ada berbagai pandangan mengenai konflik dalam organisasi.
Pandangan tradisional mengatakan bahwa konflik hanyalah merupakan gejala
abnormal yang mempunyai akibat-akibat negatif sehingga perlu dilenyapkan.
Pendapat tradisional ini dapat diuraikan sebagai berikut:
- Konflik hanya
merugikan organisasi, karena itu harus dihindarkan dan ditiadakan.
- Konflik ditimbulka karena perbedaan
kepribadian dan karena kegagalan dalam kepemimpinan.
- Konflik diselesaikan melalui pemisahan
fisik atau dengan intervensi manajemen tingkat yang lebih tinggi.
Sedangkan pandangan yang
lebih maju menganggap bahwa konflik dapat berakibat baik maupun buruk. Usaha
penanganannya harus berupaya untuk menarik hal-hal yang baik dan mengurangi
hal-hal yang buruk. Pandangan ini dapat diuraikan sebagai berikut:
- Konflik adalah suatu akibat yang tidak
dapat dihindarkan dari interaksi organisasional dan dapat diatasi dengan
mengenali sumber-sumber konflik.
- Konflik pada umumnya adalah hasil dari
kemajemukan sistem organisasi
- Konflik diselesaikan dengan cara pengenalan
sebab dan pemecahan masalah. Konflik dapat merupakan kekuatan untuk pengubahan
positif di dalam suatu organisasi.
Dalam padangan modern ini
konflik sebenarnya dapat memberikan manfaat yang banyak bagi organisasi. Sebagai
contoh pengembangan konflik yang positif dapat digunakan sebagai ajang adu
pendapat, sehingga organisasi bisa memperoleh pendapat-pendapat yang sudah
tersaring.
Seorang pimpinan suatu
organisasi pernah menerapkan apa yang disebutnya dengan “mitra tinju” Pada saat
ada suatu kebijakan yang hendak diterapkannya di organisasi yang dipimpinnya ia
mencoba untuk mencari “mitra yang beroposisi dengannya”. Kadang konflik pun
terjadi. Apakah itu menjadi persoalan bagi dirinya?
“Bagi
saya hal itu menjadi hal yang positif, karena saya dapat melihat kebijakan yang
dibuat tersebut dari sisi lain. Saya dapat mengidentifikasi kemungkinan
kelemahan yang ada dari situ. Selama kita masih bisa mentolerir
dan dapat mengendalikan konflik tersebut ke arah yang baik, hal itu tidak
menjadi masalah”, ujarnya.
Hal ini sejalan dengan
pendapat yang ditulis oleh Robbins (1996) yang membahas konflik dari segi human
relations and interactionist perspective. Dijelaskan bahwa konflik itu adalah
hal yang alamiah dan selalu akan terjadi. Konflik merupakan bagian dari
pengalaman hubungan antar pribadi (interpersonal experience) Karena itu bisa
dihindari maka sebaiknya konflik dikelola dengan efektif, sehingga dapat
bermanfaat dan dapat menciptakan perbedaan serta pembaharuan ke arah yang lebih
baik dalam organisasi.
Kesimpulannya konflik tidak
selalu merugikan organisasi selama bisa ditangani dengan baik sehingga dapat:
- Mengarah ke inovasi dan perubahan
- Memberi tenaga kepada orang bertindak
- Menyumbangkan perlindungan untuk hal-hal dalam
organisasi
- Merupakan unsur penting dalam analisis
sistem organisasi
Sumber Konflik
Penyebab
terjadinya konflik dikelompokkan dalam dua kategori besar:
A. Karakteristik Individual
1. Nilai sikap dan
Kepercayaan (Values, Attitude, and Baliefs) atau Perasaan kita tentang apa yang
benar dan apa yang salah, untuk bertindak positif maupun negatif terhadap suatu
kejadian, dapat dengan mudah menjadi sumber terjadinya konflik.
2. Kebutuhan dan
Kepribadian (Needs and Personality)
Konflik muncul karena adanya perbedaan yang sangat besar antara
kebutuhan dan kepribadian setiap orang, yang bahkan dapat berlanjut kepada
perseteruan antar pribadi. Sering muncul kasus di mana orang-orang yang
memiliki kebutuhan kekuasaan dan prestasi yang tinggi cenderung untuk tidak
begitu suka bekerjasama dengan orang lain.
3. Perbedaan Persepsi
(Perseptual Differences)
Persepsi dan penilaian dapat menjadi penyebab terjadinya
konflik. Misalnya saja, jika kita menganggap seseorang sebagai ancaman, kita
dapat berubah menjadi defensif terhadap orang tersebut.
B. Faktor Situasi
1. Kesempatan dan
Kebutuhan Barinteraksi (Opportunity and Need to Interact)
Kemungkinan terjadinya konflik akan sangat kecil jika
orang-orang terpisah secara fisik dan jarang berinteraksi. Sejalan dengan meningkatnya
assosiasi di antara pihak-pihak yang terlibat, semakin mengikat pula terjadinya
konflik. Dalam bentuk interaksi yang aktif dan kompleks seperti pengambilan
keputusan bersama (joint decision-making), potensi terjadinya koflik bahkan
semakin meningkat.
2. Ketergantungan satu
pihak kepada Pihak lain (Dependency of One Party to Another)
Dalam kasus seperti ini, jika satu pihak gagal melaksanakan
tugasnya, pihak yang lain juga terkena akibatnya, sehingga konflik lebih sering
muncul.
3. Perbedaan Status (Status
Differences)
Apabila seseorang bertindak dalam cara-cara yang ”arogan” dengan
statusnya, konflik dapat muncul. Sebagai contoh, dalam engambilan keputusan,
pihak yang berada dalam level atas organisasi merasa tidak perlu meminta
pendapat paraanggota tim yang ada.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konflik
Dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar yaitu faktor
intern dan faktor ekstern. Dalam faktor intern dapat disebutkan beberapa hal:
1. Kemantapan organisasi
Organisasi yang telah mantap lebih mampu menyesuaikan diri
sehingga tidak mudah terlibat konflik dan mampu menyelesaikannya. Analoginya
dalah seseorang yang matang mempunyai pandangan hidup luas, mengenal dan
menghargai perbedaan nilai dan lain-lain.
2. Sistem nilai
Sistem nilai suatu organisasi ialah sekumpulan batasan yang
meliputi landasan maksud dan cara berinteraksi suatu organisasi, apakah sesuatu
itu baik, buruk, salah atau benar.
3. Tujuan
Tujuan suatu organisasi dapat menjadi dasar tingkah laku
organisasi itu serta para anggotanya.
4. Sistem lain dalam
organisasi
Seperti sistem komunikasi, sistem kepemimpinan, sistem pengambilan
keputusan, sisitem imbalan dan lain-lain. Dlam hal sistem komunikasi misalnya
ternyata persepsi dan penyampaian pesan bukanlah soal yang mudah.
Sedangkan faktor ekstern meliputi:
1. Keterbatasan sumber
daya
Kelangkaan suatu hal yang dapat menumbuhkan persaingan dan
seterusnya dapat berakhir menjadi konflik.
2. Kekaburan aturan/norma
di masyarakat
Hal ini memperbesar peluang perbedaan persepsi dan pola bertindak.
3. Derajat ketergantungan
dengan pihak lain
Semakin tergantung satu pihak dengan pihak lain semakin mudah
konflik terjadi.
4. Pola interaksi dengan
pihak lain
Pola yang bebas memudahkan pemamparan dengan nilai-nilai ain
sedangkan pola tertutup menimbulkan sikap kabur dan kesulitan penyesuaian diri.
Akibat Konflik
Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut:
•
meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup)
yang mengalami konflik dengan kelompok lain.
•
keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.
•
perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa
dendam, benci, saling curiga dll.
•
kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
•
dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam
konflik.
Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang
berkonflik dapat memghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema
dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap
hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai
berikut:
•
Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan
menghasilkan percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.
•
Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan
menghasilkan percobaan untuk "memenangkan" konflik.
•
Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan
menghasilkan percobaan yang memberikan "kemenangan" konflik bagi
pihak tersebut.
•
Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan
percobaan untuk menghindari konflik.
Contoh Konflik
•
Konflik Vietnam berubah
menjadi perang.
•
Konflik Timur Tengah merupakan
contoh konflik yang tidak terkontrol, sehingga timbul kekerasan.
hal ini dapat dilihat dalam konflik Israel danPalestina.
•
Konflik Katolik-Protestan di Irlandia
Utara memberikan
contoh konflik bersejarah lainnya.
•
Banyak konflik yang terjadi karena perbedaan ras dan etnis . Ini termasuk konflik Bosnia-Kroasia (lihat Kosovo), konflik di Rwanda, dan konflik diKazakhstan.
2.3) Metode Penyelesaian dan Penanganan Konflik
Untuk menangani konflik
dengan efektif, kita harus mengetahui kemampuan diri sendiri dan juga
pihak-pihak yang mempunyai konflik. Ada beberapa cara untuk menangani konflik
antara lain:
1. Introspeksi diri
Bagaiman kita biasanya
menghadapi konflik ? Gaya pa yang biasanya digunakan? Apa saja yang menjadi
dasar dan persepsi kita. Hal ini penting untuk dilakukan sehingga kita dapat
mengukur kekuatan kita.
2. Mengevaluasi pihak-pihak
yang terlibat.
Sangat penting bagi kita
untuk mengetahui pihak-pihak yang terlibat. Kita dapat mengidentifikasi
kepentingan apa saja yang mereka miliki, bagaimana nilai dan sikap mereka atas
konflik tersebut dan apa perasaan mereka atas terjadinya konflik. Kesempatan
kita untuk sukses dalam menangani konflik semakin besar jika kita meliha
konflik yang terjadi dari semua sudut pandang.
3. Identifikasi sumber
konflik
Seperti dituliskan di atas,
konflik tidak muncul begitu saja. Sumber konflik sebaiknya dapat
teridentifikasi sehingga sasaran penanganannya lebih terarah kepada sebab
konflik.
4. Mengetahui pilihan
penyelesaian atau penanganan konflik yang ada dan memilih yang tepat.
Spiegel (1994) menjelaskan
ada lima tindakan yang dapat kita lakukan dalam penanganan konflik:
a. Berkompetisi
Tindakan ini dilakukan jika
kita mencoba memaksakan kepentingan sendiri di atas kepentingan pihak lain.
Pilihan tindakan ini bisa sukses dilakukan jika situasi saat itu membutuhkan
keputusan yang cepat, kepentingan salah satu
pihak lebih utama dan
pilihan kita sangat vital. Hanya perlu diperhatikan situasi menang – kalah
(win-win solution) akan terjadi disini. Pihak yang kalah akan merasa dirugikan
dan dapat menjadi konflik yang berkepanjangan. Tindakan ini bisa dilakukan
dalam hubungan atasan – bawahan, dimana atasan menempatkan kepentingannya
(kepentingan organisasi) di atas kepentingan bawahan.
b. Menghindari konflik
Tindakan ini dilakukan jika
salah satu pihak menghindari dari situsasi tersebut secara fisik ataupun
psikologis. Sifat tindakan ini hanyalah menunda konflik yang terjadi. Situasi
menag kalah terjadi lagi disini. Menghindari konflik bisa dilakukan jika
masing-masing pihak mencoba untuk mendinginkan suasana, mebekukan konflik untuk
sementara. Dampak kurang baik bisa terjadi jika pada saat yang kurang tepat
konflik meletus kembali, ditambah lagi jika salah satu pihak menjadi stres
karena merasa masih memiliki hutang menyelesaikan persoalan tersebut.
c. Akomodasi
Yaitu jika kita mengalah dan
mengorbankan beberapa kepentingan sendiri agar pihak lain mendapat keuntungan
dari situasi konflik itu. Disebut juga sebagai self sacrifying behaviour. Hal
ini dilakukan jika kita merasa bahwa kepentingan pihak lain lebih utama atau
kita ingin tetap menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut. Pertimbangan
antara kepentingan pribadi dan hubungan baik menjadi hal yang utama di sini.
d. Dominasi dan Penekanan
DOMINASI atau KEKERASAN yang
BERSIFAT PENEKANAN OTOKRATIK. Ketaatan harus dilakukan oleh fihak yang kalah
pada otoritas yang lebih tinggi atau kekuatan yang lebih besar. MEREDAKAN atau
MENENANGKAN, metode ini lebih terasa diplomatis dlm upaya menekan dan
meminimalkan ketidaksepahaman
d. Kompromi
PEMISAHAN, pihak-pihak yang
berkonflik dipisah sampai menemukan solusi atas masalah yang terjadi.
ARBITRASI, adanya peran orang ketiga sebagai penengah untuk penyelesaian
masalah. Kembali ke aturan yang berlaku saat tidak ditemukan titik temu antara
kedua fihak yang bermasalah. Tindakan ini dapat dilakukan jika ke dua belah
pihak merasa bahwa kedua hal tersebut sama –sama penting dan hubungan baik
menjadi yang uatama. Masing-masing pihak akan mengorbankan sebagian
kepentingannya untuk
mendapatkan situasi
menang-menang (win-win solution)
e. Pemecahan Masalah Integratif
KONSENSUS, sengaja
dipertemukan untuk mencapai solusi terbaik, bukan hanya menyelesaikan masalah
dengan cepat. KONFRONTASI, tiap fihak mengemukakan pandangan masing-masing
secara langsung & terbuka. PENENTU TUJUAN, menentukan tujuan akhir kedepan
yang lebih tinggi dengan kesepakatan bersama.
f. Berkolaborasi
Menciptakan situasi
menang-menag dengan saling bekerja sama.
Pilihan tindakan ada pada
diri kita sendiri dengan konsekuensi dari masing-masing tindakan. Jika terjadi
konflik pada lingkungan kerja, kepentingan dan hubungan antar pribadi menjadai
hal yang harus kita pertimbangkan.
2.4) Motivasi
Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas,
arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Tiga elemen utama
dalam definisi ini adalah intensitas, arah, dan ketekunan. Dalam hubungan
antara motivasi dan intensitas, intensitas terkait dengan dengan seberapa giat
seseorang berusaha, tetapi intensitas tinggi tidak menghasilkan prestasi kerja
yang memuaskan kecuali upaya tersebut dikaitkan dengan arah yang menguntungkan organisasi. .Sebaliknya elemen yang
terakhir, ketekunan, merupakan ukuran mengenai berapa lama seseorang dapat
mempertahankan usahanya.
2.5) Teori-Teori
Motivasi
Motivasi merupakan satu penggerak dari dalam hati seseorang
untuk melakukan atau mencapai sesuatu tujuan. Motivasi juga bisa dikatakan
sebagai rencana atau keinginan untuk menuju kesuksesan dan menghindari
kegagalan hidup. Dengan kata lain motivasi adalah sebuah proses untuk
tercapainya suatu tujuan. Seseorang yang mempunyai motivasi berarti ia telah
mempunyai kekuatan untuk memperoleh kesuksesan dalam kehidupan.
Motivasi dapat berupa motivasi intrinsic dan ekstrinsic.
Motivasi yang bersifat intinsik adalah manakala sifat pekerjaan itu sendiri
yang membuat seorang termotivasi, orang tersebut mendapat kepuasan dengan
melakukan pekerjaan tersebut bukan karena rangsangan lain seperti status
ataupun uang atau bisa juga dikatakan seorang melakukan hobbynya. Sedangkan
motivasi ekstrinsik adalah manakala elemen elemen diluar pekerjaan yang melekat
di pekerjaan tersebut menjadi faktor utama yang membuat seorang termotivasi
seperti status ataupun kompensasi.
Banyak
teori motivasi yang dikemukakan oleh para ahli yang dimaksudkan untuk
memberikan uraian yang menuju pada apa sebenarnya manusia dan manusia akan
dapat menjadi seperti apa. Landy dan Becker membuat pengelompokan pendekatan
teori motivasi ini menjadi 5 kategori yaitu teori kebutuhan,teori
penguatan,teori keadilan,teori harapan,teori penetapan sasaran.
A. TEORI MOTIVASI ABRAHAM MASLOW (1943-1970)
Abraham Maslow (1943;1970) mengemukakan bahwa pada dasarnya
semua manusia memiliki kebutuhan pokok. Ia menunjukkannya dalam 5 tingkatan
yang berbentuk piramid, orang memulai dorongan dari tingkatan terbawah. Lima
tingkat kebutuhan itu dikenal dengan sebutan Hirarki Kebutuhan Maslow, dimulai
dari kebutuhan biologis dasar sampai motif psikologis yang lebih kompleks; yang
hanya akan penting setelah kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan pada suatu
peringkat paling tidak harus terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan pada
peringkat berikutnya menjadi penentu tindakan yang penting.
• Kebutuhan fisiologis
(rasa lapar, rasa haus, dan sebagainya)
• Kebutuhan rasa aman
(merasa aman dan terlindung, jauh dari bahaya)
•
Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki (berafiliasi dengan
orang lain, diterima, memiliki)
• Kebutuhan akan
penghargaan (berprestasi, berkompetensi, dan mendapatkan dukungan serta
pengakuan)
• Kebutuhan
aktualisasi diri (kebutuhan kognitif: mengetahui, memahami, dan menjelajahi;
kebutuhan estetik: keserasian, keteraturan, dan keindahan; kebutuhan
aktualisasi diri: mendapatkan kepuasan diri dan menyadari potensinya)
Bila makanan dan rasa aman sulit diperoleh, pemenuhan kebutuhan tersebut akan mendominasi tindakan seseorang dan motif-motif yang lebih tinggi akan menjadi kurang signifikan. Orang hanya akan mempunyai waktu dan energi untuk menekuni minat estetika dan intelektual, jika kebutuhan dasarnya sudah dapat dipenuhi dengan mudah. Karya seni dan karya ilmiah tidak akan tumbuh subur dalam masyarakat yang anggotanya masih harus bersusah payah mencari makan, perlindungan, dan rasa aman.
Bila makanan dan rasa aman sulit diperoleh, pemenuhan kebutuhan tersebut akan mendominasi tindakan seseorang dan motif-motif yang lebih tinggi akan menjadi kurang signifikan. Orang hanya akan mempunyai waktu dan energi untuk menekuni minat estetika dan intelektual, jika kebutuhan dasarnya sudah dapat dipenuhi dengan mudah. Karya seni dan karya ilmiah tidak akan tumbuh subur dalam masyarakat yang anggotanya masih harus bersusah payah mencari makan, perlindungan, dan rasa aman.
B. TEORI MOTIVASI HERZBERG (1966)
Menurut
Herzberg (1966), ada dua jenis faktor yang mendorong seseorang untuk berusaha
mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua faktor itu
disebutnya faktorhigiene (faktor ekstrinsik) dan faktor motivator (faktor
intrinsik). Faktor higiene memotivasi seseorang untuk keluar dari
ketidakpuasan, termasuk didalamnya adalah hubungan antar manusia, imbalan,
kondisi lingkungan, dan sebagainya (faktor ekstrinsik), sedangkan faktor
motivator memotivasi seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan, yang termasuk
didalamnya adalah achievement, pengakuan, kemajuan tingkat kehidupan, dsb
(faktor intrinsik).
C. TEORI MOTIVASI DOUGLAS McGREGOR
Mengemukakan dua pandangan manusia yaitu teori X (negative) dan
teori y (positif), Menurut teori x empat pengandaian yag dipegang manajer.
a. karyawan secara
inheren tertanam dalam dirinya tidak menyukai kerja
b. karyawan tidak menyukai kerja mereka harus diawasi atau diancam
dengan hukuman untuk mencapai tujuan.
c. Karyawan akan menghindari tanggung jawab.
d. Kebanyakan karyawan menaruh keamanan diatas semua factor yang
dikaitkan dengan kerja.
Kontras dengan pandangan negative ini mengenai kodrat manusia
ada empat teori Y:
a.
karyawan dapat memandang kerjasama dengan sewajarnya seperti
istirahat dan bermain.
b.
Orang akan menjalankan pengarahan diri dan pengawasan diri jika
mereka komit pada sasaran.
c.
Rata rata orang akan menerima tanggung jawab.
d.
Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif.
D. TEORI MOTIVASI VROOM (1964)
Teori dari Vroom (1964) tentang cognitive theory of motivation
menjelaskan mengapa seseorang tidak akan melakukan sesuatu yang ia yakini ia
tidak dapat melakukannya, sekalipun hasil dari pekerjaan itu sangat dapat ia
inginkan. Menurut Vroom, tinggi rendahnya motivasi seseorang ditentukan oleh
tiga komponen, yaitu:
• Ekspektasi (harapan)
keberhasilan pada suatu tugas
• Instrumentalis,
yaitu penilaian tentang apa yang akan terjadi jika berhasil dalam melakukan
suatu tugas (keberhasilan tugas untuk mendapatkan outcome tertentu).
• Valensi, yaitu
respon terhadap outcome seperti perasaan posistif, netral, atau
negatif.Motivasi tinggi jika usaha menghasilkan sesuatu yang melebihi
harapanMotivasi rendah jika usahanya menghasilkan kurang dari yang diharapkan
E. Achievement TheoryTeori achievement Mc Clelland (1961)
Yang dikemukakan oleh Mc Clelland (1961), menyatakan bahwa ada
tiga hal penting yang menjadi kebutuhan manusia, yaitu:
• Need for achievement
(kebutuhan akan prestasi)
• Need for afiliation
(kebutuhan akan hubungan sosial/hampir sama dengan soscialneed-nya Maslow)
• Need for Power (dorongan untuk mengatur)
F. Clayton Alderfer ERG
Clayton Alderfer mengetengahkan teori motivasi ERG yang
didasarkan pada kebutuhan manusia akan keberadaan (exsistence), hubungan
(relatedness), dan pertumbuhan (growth). Teori ini sedikit berbeda dengan teori
maslow. Disini Alfeder mngemukakan bahwa jika kebutuhan yang lebih tinggi tidak
atau belum dapat dipenuhi maka manusia akan kembali pada gerakk yang fleksibel
dari pemenuhan kebutuhan dari waktu kewaktu dan dari situasi ke situasi.
BAB III
KESIMPULAN
Konflik merupakan hal yang tidak bisa dihindari dalam sebuah
organisasi, disebabkan oleh banyak factor yang pada intinya karena organisasi
terbentuk dari banyak individu dan kelompok yang memiliki sifat dan tujuan yang
berbeda satu sama lain.
Kemampuan menangani konflik tentang terutama yang menduduki
jabatan pimpinan. Yang terpenting adalah mengembangkan pengetahuan yang cukup
dan sikap yang positif terhadap konflik, karena peran konflik yang tidak selalu
negative terhadap organisasi.
Dengan
pengembalian yang cukup senang, pimpinan dapat cepat mengenal, mengidentifikasi
dan mengukur besarnya konflik serta akibatnya dengan sikap positif dan
kemampuan kepemimpianannya, seorang pimpinan akan dapat mengendalikan konflik
yang akan selalu ada, dan bila mungkin menggunakannya untuk keterbukaan
organisasi dan anggota organisasi yang dipimpinnya. Tentu manfaatnya pun dapat
dirasakan oleh dirinya sendiri.
BAB IV
DAFTAR
PUSTAKA
Wahyudin, Manajemen Konflik Dalam Organisasi (Al Fabeta 2008)
Muchlas
M, 2008, Perilaku
Organisasi, Gadjah Mada
University, Jogjakarta
Luthans
F. Organizational Behavior,
Mc Graw Hill, Singapore, 1981
Miftah
Thoha. Kepemimpinan dalam Manajemen.
PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993.
Munandar
AS. Manajemen Konflik dalam
Organisasi , dalam Seminar
Strategi Pengendalian Konflik dalam Organisasi, Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia, Jakarta, 987
Robbins,
SP. Organizational Behaviour,
Prentice Hall, Siding, 1979.
Winardi. Manajemen Konflik (Konflik Perubhan
dan Pengembangan), Mandar
Maju, 1994
J.
Winardi. 2003. Teori
Organisasi & Pengorganisasian. Rajawali Press
Wikipedia.com
bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Wahyudin
No comments:
Post a Comment
Don't forget to give your's comennt :)
Thanks for a lot