MODEL KEPEMIMPINAN M. HATTA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1)
LATAR
BELAKANG
Kepemimpinan
mempunyai arti yang berbeda bagi orang yang berbeda pula. Para peneliti
biasanya mendefinisikan kepemimpinan sesuai dengan perspektif-perspektif
individual dan aspek dari fenomena yang paling menarik perhatian mereka.
Beberapa definisi yang dapat dianggap cukup mewakili selama seperempat abad
adalah sebagai berikut:
1. Kepemimpinan adalah “perilaku dari seorang individu
yang memimpin aktivitas-aktiviitas suatu kelompok ke suatu tujuan
yang ingin dicapai bersama (shared goal).” (Hemhill & Coons, 1957, hlm. 7)
2. Kepemimpinan adalah “pengaruh antar pribadi, yang
dijalankan dalam suatu situasi tertentu, serta diarahkan melalui proses
komunikasi, ke arah pencapaian satu atau beberapa tujuan tertentu.”
(Tannenbaum, Weschler, & Massarik, 1961, hlm.24)
3. Kepemimpinan adalah “pembentukan awal serta pemeliharaan
struktur dalam harapan dan interaksi.” (Stogdill, 1974, hlm.411)
4. Kepemimpinan adalah “peningkatan pengaruh sedikit demi
sedikit pada, dan berada di atas kepatuhan mekanis terhadap
pengarahan-pengarahan rutin organisasi.” (Katz & kahn, 1978, hlm.528)
5. Kepemimpinan adalah “proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas
sebuah kelompok yang diorganisasi ke arah pencapaian tujuan.” (Rauch &
Behling, 1984, hlm. 46)
6. Kepemimpinan adalah suatu proses memberi arti
(peengarahan yang berarti) terhadap usaha kolektif, dan yang mengakibatkan
kesediaan untuk melakukan usaha yang diinginkan untuk mencapai sasaran. (Jacobs
& Jacques, 1990, hlm. 281)
Kebanyakan
definisi mengenai kepemimpinan mencerminkan asumsi bahwa kepemimpinan
menyangkut sebuah proses pengaruh sosial yang dalam hal ini pengaruh yang
sengaja dijalankan oleh seseorang terhadap orang lain untuk menstruktur
aktivitas-aktivitas serta hubungan-hubungan di dalam sebuah kelompok atau
organisasi.
Kartini
Kartono menjelaskan bahwa tipe kepemimpinan terbagi atas:
1.
Tipe
Kharismatik
Tipe ini mempunyai daya tarik dan pembawaan yang luar
biasa, sehingga mereka mempunyai pengikut yang jumlahnya besar. Kesetiaan dan
kepatuhan pengikutnya timbul dari kepercayaan terhadap pemimpin itu. Pemimpin
dianggap mempunyai kemampuan yang diperoleh dari kekuatan Yang Maha Kuasa.
2.
Tipe
Paternalistik
Tipe Kepemimpinan dengan sifat-sifat antara lain:
a. Menganggap bawahannya belum dewasa
b. Bersikap
terlalu melindungi
c. Jarang memberi kesempatan bawahan untuk mengambil
keputusan
d. Selalu bersikap maha tahu dan maha benar.
3.
Tipe
Otoriter
Pemimpin tipe otoriter mempunyai sifat sebagai berikut:
a. Pemimipin organisasi sebagai miliknnya
b. Pemimpin bertindak sebagai dictator
c. Cara menggerakkan bawahan dengan paksaan dan ancaman.
4.
Tipe
Militeristik
Dalam tipe ini pemimpin mempunyai siafat sifat:
a. menuntut kedisiplinan yang keras dan kaku
b. lebih banyak menggunakan system perintah
c. menghendaki keputusan mutlak dari bawahan
d. Formalitas yang berlebih-lebihan
e. Tidak menerima saran dan kritik dari bawahan
f. Sifat komunikasi hanya sepihak
5.
Tipe
Demokrasi
Tipe demokrasi mengutamkan masalah kerja sama sehingga
terdapat koordinasi pekerjaan dari semua bawahan. Kepemimpinan demokrasi
menghadapi potensi sikap individu, mau mendengarkan saran dan kritik yang
sifatnya membangun. Jadi pemimpin menitik beratkan pada aktifitas setiap
anggota kelompok, sehingga semua unsur organisasi dilibatkan dalam akatifitas,
yang dimulai penentuan tujuan, pembuatan rencana keputusan, disiplin.
1.2) TUJUAN
a.
Memahami arti kepemimpinan
b.
Memahami bagaimana model gaya kepemimpinan
c.
Memahami bagaimana kelemahan dan kelebihan
dari seorang pemimpin
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1)
MEMAHAMI
ARTI KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan
mempunyai arti yang berbeda bagi orang yang berbeda pula. Para peneliti
biasanya mendefinisikan kepemimpinan sesuai dengan perspektif-perspektif
individual dan aspek dari fenomena yang paling menarik perhatian mereka.
2.2) MEMAHAMI BAGAIMANA MODEL GAYA KEPEMIMPINAN
Pemimpin
adalah seorang yang dipilih dari kelompoknya karena memiliki kelebihan-kelebihan tertentu, selanjutnya diberi tugas untuk
memimpin anak buahnya mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh kelompok.
Salah satu contoh pemimpin yaitu Mohammad Hatta.
KEPEMIMPINAN
MOHAMMAD HATTA
Biodata
Nama : Dr. Mohammad Hatta (Bung Hatta)
Lahir : Bukittinggi, 12 Agustus 1902
Wafat : Jakarta, 14 Maret 1980
Istri : (Alm.) Rahmi Rachim
Anak : Meutia Farida, Gemala, Halida Nuriah
Gelar Pahlawan:
Lahir : Bukittinggi, 12 Agustus 1902
Wafat : Jakarta, 14 Maret 1980
Istri : (Alm.) Rahmi Rachim
Anak : Meutia Farida, Gemala, Halida Nuriah
Gelar Pahlawan:
·
Bapak Koperasi Indonesia pada 17 Juli 1953
·
Pahlawan Proklamator RI tahun 1986
Pendidikan:
·
Europese Largere School (ELS) di
Bukittinggi (1916)
·
Meer Uirgebreid Lagere School (MULO) di
Padang (1919)
·
Handel Middlebare School (Sekolah
Menengah Dagang), Jakarta (1921)
·
Gelar Drs dari Nederland
Handelshogeschool, Rotterdam, Belanda (1932)
Karir:
·
Bendahara Jong Sumatranen Bond, Padang
(1916-1919)
·
Bendahara Jong Sumatranen Bond, Jakarta
(1920-1921)
·
Ketua Perhimpunan Indonesia di Belanda
(1925-1930)
·
Wakil delegasi Indonesia dalam gerakan Liga
Melawan Imperialisme dan Penjajahan, Berlin (1927-1931)
·
Ketua Panitia (PNI Baru) Pendidikan Nasional
Indonesia (1934-1935)
·
Kepala Kantor Penasihat pada pemerintah Bala
Tentara Jepang (April 1942)
·
Anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha
Persiapan Kemerdekaan (Mei 1945)
·
Wakil Ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (7 Agustus 1945)
·
Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia
(17 Agustus 1945)
·
Wakil Presiden Republik Indonesia pertama (18
Agustus 1945)
·
Wakil Presiden merangkap Perdana Menteri dan
Menteri Pertahanan (Januari 1948 - Desember 1949)
·
Ketua Delegasi Indonesia pada Konferensi Meja
Bundar di Den Haag dan menerima penyerahan kedaulatan dari Ratu Juliana (1949)
·
Wakil Presiden merangkap Perdana Menteri dan
Menteri Luar Negeri Kabinet Republik Indonesia Serikat (Desember 1949 - Agustus
1950)
·
Dosen di Sesko Angkatan Darat, Bandung
(1951-1961)
·
Dosen di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta (1954-1959)
·
Penasihat Presiden dan Penasihat Komisi IV
tentang masalah korupsi (1969)
·
Ketua Panitia Lima yang bertugas memberikan
perumusan penafsiran mengenai Pancasila (1975)
Kiprah Perjuangan
Hatta
merintis karier sebagai aktivis organisasi sejak berusia 15 tahun sebagai
bendahara Jong Sumatranen Bond Cabang Padang. Kesadaran politiknya berkembang
karena sering menghadiri ceramah dan pertemuan politik. Salah seorang tokoh
politik yang menjadi idola Hatta ketika itu ialah Abdul Moeis. pengarang roman
Salah Asuhan; aktivis partai Sarekat Islam; anggota Volksraad; dan perintis
majalah Hindia Sarekat, koran Kaoem Moeda, Neratja, Hindia Baroe, serta Utusan
Melayu dan Peroebahan.
Hatta
mulai menetap di Belanda sejak September 1921. Ia bergabung dalam Perhimpunan
Hindia (Indische Vereeniging). Saat itu, Indische Vereeniging telah berubah
menjadi organisasi pergerakan kemerdekaan. Sebelumnya, Indische Vereeniging
yang berdiri pada 1908 tak lebih dari ajang pertemuan pelajar asal tanah air.
Atmosfer pergerakan mulai mewarnai Indische Vereeniging semenjak tibanya tiga
tokoh Indische Partij (Suwardi Suryaningrat, Douwes Dekker, dan Tjipto
Mangunkusumo). Di Indische Vereeniging, pergerakan putra Minangkabau ini tak
lagi tersekat oleh ikatan kedaerahan. Sebab Indische Vereeniging berisi aktivis
dari beragam latar belakang asal daerah. Lagipula, nama Indische sudah
mencerminkan kesatuan wilayah, yakni gugusan kepulauan di Nusantara yang secara
politis diikat oleh sistem kolonialisme belanda. Dari sanalah mereka semua
berasal.
Hatta
mengawali karier pergerakannya di Indische Vereeniging pada 1922, menjadi
Bendahara. Penunjukkan itu berlangsung pada 19 Februari 1922, ketika terjadi
pergantian pengurus Indische Vereeniging dari Ketua lama dr. Soetomo diganti
oleh Hermen Kartawisastra. Momentum suksesi kala itu punya arti penting bagi
mereka di masa mendatang, sebab ketika itulah mereka memutuskan untuk mengganti
nama Indische Vereeniging menjadi Indonesische Vereeniging dan kelanjutannya
mengganti nama Nederland Indie menjadi Indonesia. Sebuah pilihan nama bangsa
yang sarat bermuatan politik. Dalam forum itu pula, salah seorang anggota
Indonesische Vereeniging mengatakan bahwa dari sekarang kita mulai membangun
Indonesia dan meniadakan Hindia atau Nederland Indie.
Pada
tahun 1927, Hatta bergabung dengan Liga Menentang Imperialisme dan Kolonialisme
di Belanda, dan di sinilah ia bersahabat dengan nasionalis India, Jawaharlal
Nehru. Aktivitasnya dalam organisasi ini menyebabkan Hatta ditangkap pemerintah
Belanda. Hatta akhirnya dibebaskan, setelah melakukan pidato pembelaannya yang
terkenal: Indonesia Free. Pada tahun 1932 Hatta kembali ke Indonesia dan
bergabung dengan organisasi Club Pendidikan Nasional Indonesia yang bertujuan
meningkatkan kesadaran politik rakyat Indonesia melalui proses
pelatihan-pelatihan. Belanda kembali menangkap Hatta, bersama Soetan Sjahrir,
ketua Club Pendidikan Nasional Indonesia pada bulan Februari 1934. Hatta
diasingkan ke Digul dan kemudian ke Banda selama 6 tahun.
Pada tahun 1965 Hatta “dipaksa” melihat
kesedihan yang mendalam dengan jatuhnya ribuan korban pada peristiwa 30
September. Ketika itu, Hatta berharap ada pengadilan yang digelar untuk
Soekarno supaya jangan ada tuduhan-tuduhan terhadapnya tanpa tanggung jawab.
Pengadilan ini, menurut Hatta, kelak menjadi pelajaran berharga bagi penguasa
selanjutnya di Indonesia. Di sini tampak sikap tokoh Indonesia yang juga langka
dalam hal niat membatasi korupsi kekuasaan, sikap yang tampaknya tidak
“menurun” pada para penguasa negeri ini, mengingat resistensi yang
tinggiterhadap gagasan dan upaya membawa petinggi ke pengadilan.
Berbagai buku dan sumber lain tentang
Bung Hatta menunjukkan harapannya yang besar di awal masa pemerintahan
Soeharto. Namun juga tampak kekhawatirannya pada perkembangan peran militer
dengan jargon dwifungsinya. Hatta juga menekankan perlunya sikap dan cara pihak
sipil berpolitik dengan lebih bertanggung jawab.
Kekecewaan pada pemerintahaan Soeharto
semakin membesar, tatkala ia menyaksikan peristiwa Malari (Peristiwa Limabelas
Januari 1974) dan penyelesaiannya yang menandakan menguatnya pemerintahan yang
otoriter. Rancangan Pembangunan Lima Tahun (Pelita) Orde Baru dinilai Hatta
tidak memajukan dan meningkatkan kemampuan rakyat. Namun meski berbeda pendapat
dari para penasehat ekonomi utama pemerintahan Soeharto seperti Wijojo, Hatta
tetap memberi masukan pada para pembuat keputusan, antara lain dalam bentuk
surat antara lain pada Gubernur Bank Indonesia, Radius Prawiro, Emil Salim
sebagai Deputi Ketua Bapenas, Frans Seda yang menjabat Menteri Keuangan, Wakil
Perdana Menteri Bidang Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan yang dijabat Hamengku
Buwono IX. Salah satu pesannya adalah keprihatinannya pada arah kebijakan
ekonomi yang ditempuh, yang tidak memperhatikan nasib rakyat.
Pada tahun 1970 Hatta diangkat sebagai
Penasehat Presiden Soeharto dan Penasehat Komisi IV, yang diketuai oleh Wiloto.
Pengangkatan ini dimaksudkan untuk melakukan pemberantasan korupsi. Kasus yang
mendapatkan saran Hatta antara lain adalah yang menyangkut Pertamina – yang
isinya masih belum diketahui secara publik. Rupanya dari bahan-bahan yang ada
Hatta telah menangkap gelagat bahwa korupsi sudah menjadi budaya. Seingat
Halida, ayahnya tak pernah menerima “tamu khusus”, setiap tamu yang akan datang
ke rumahnya selalu ditanya maksud dan tujuannya terlebih dahulu. Hatta lebih
sering menerima tamunya di kantor, karena itu “filter” seperti inilah yang
membedakan ayahnya dengan banyak pejabat di Indonesia
Emil Salim pernah mengatakan, saat ini
tipe kepemimpinan Bung Hatta sangat dibutuhkan. Karena hanya dirinya yang
memiliki ciri kepemimpinan berupa penyerahan diri secara total, jujur dan
bersih, berkomitmen penuh pada perbaikan nasib dan tingkat hidup rakyat kecil,
menegakkan dan menjalankan secara konsekuen nilai-nilai demokrasi kerakyatan,
serta mengutamakan rasio ketimbang emosi dan karena itu gandrung pada usaha
pendidikan rakyat ketimbang agitasi membangkitkan emosi rakyat .
Aktivitas di Partai
Politik
Organisasi
Indonesische Vereeniging berkembang menjadi organisasi politik pada bulan
Januari 1925 dengan nama Perhimpunan Indonesia (PI). Dan dalam organisasi ini
Bung Hatta bertindak sebagai Pemimpinnya. Keterlibatan Bung Hatta dalam
organisasi dan partai poltik bukan hanya di luar negeri tapi sekembalinya dari
Belanda beliau juga aktif di PNI (Partai Nasional Indonesia) yang didirikan
Soekarno tahun 1927. Dalam organisasi PNI, Bung Hatta menitik beratkan
kegiatannya dibidang pendidikan. Beliau melihat bahwa melalui pendidikanlah
rakyat akan mampu mencapai kemerdekaan. Karena PNI dinilai sebagai partai yang
radikal dan membahayakan bagi kedudukan Belanda, maka banyak tekanan dan upaya
untuk mengurangi pengaruhnya pada rakyat. Hal ini dilihat dari propaganda dan
profokasi PNI tehadap penduduk untuk mengusakan kemerdekaan. Hingga akhirnya
Bunga Karno di tangkap dan demi keamanan organisasi ini membubarkan diri.
Tak
lama setetah PNI (Partai Nasional Indonesia) bubar, berdirilah organisasi
pengganti yang dinamanakan Partindo (Partai Indonesia). Mereka memiliki sifat
organisasi yang radikal dan nyata-nyata menentang Belanda. Hal ini tak di
senangi oleh Bung Hatta. Karena tak sependapat dengan Partindo beliau
mendirikan PNI Pendidikan (Partai Nasional Indonesia Pendidikan) atau disebut
juga PNI Baru. Organisasi ini didirikan di Yogyakarta bulan Agustus 1932, dan
Bung Hatta diangkat sebagai pemimpinnya. Organisasi ini memperhatikan “kemajuan
pendidikan bagi rakyat Indonesia, menyiapkan dan menganjurkan rakyat dalam
bidang kebathinan dan mengorganisasikannya sehingga bisa dijadakan suatu aksi
rakyat dengan landasan demokrasi untuk kemerdekaan“.
Organisasi
ini berkembang dengan pesat, sehingga pada kongres I di Bandung 1932 anggotanya
baru 2000 orang dan setahun kemudian telah memiliki 65 cabang di Indonesia.
Organisasi ini mendapat pengikut dari penduduk desa yang ingin mendapat dan
mengenyam pendidikan. Di PNI Pendidikan Bung Hatta bekerjasama dengan Syahrir
yang merupakan teman akrabnya sejak di Belanda. Hal ini makin memajukan
organisasi ini di dunia pendidikan Indonesia waktu itu. Kemajuan, kegiatan dan aksi
dari PNI Pendidikan dilihat Belanda sebagai ancaman baru tehadap kedudukan
mereka sebagai penjajah di Indonesia dan mereka pun mengeluarkan beberapa ketetapan
ditahun 1933 diantaranya:
(1) Polisi diperintahkan
bertindak keras terhadap rapat-rapat PNI Pendidikan;
(2) pegawai negeri
dilarang menjadi anggota PNI Pendidikan;
(3) diadakan pelarangan
rapat-rapat PNI Pendidikan di seluruh Indonesia.
Akhirnya
ditahun 1934 Partai Nasional Indonesia Pendidikan dinyatakan Pemerintahan
Kolonial Belanda di bubarkan dan dilarang keras bersama beberapa organisasi
lain yang dianggap membahayakan seperti: Partindo dan PSII. Ide-ide PNI
Pendidikan yang dituangkan dalam surat kabar ikut di hancurkan dan surat kabar
yang menerbitkan ikut di bredel. Namun secara keorganisasian, Hatta sebagai
pemimpin tak mau menyatakan organisasinya telah bubar. Ia tetap aktif dan
berjuang untuk kemajuan pendidikan Indonesia. Soekarno yang aktif di Partindo
dibuang ke Flores diikuti dengan pengasingan Hatta dan Syahrir. Walau para
pemimpin di asingkan namun para pengikut mereka tetap konsisten melanjutkan
perjuangan partai. PNI Pendidikan tetap memberikan kursus-kursus,
pelatihan-pelatuhan baik melalui tulisan maupun dengan kunjungan kerumah-rumah
penduduk.
Dalam
sidang masalah PNI Pendidikan M.Hatta, Syahrir, Maskun, Burhanuddin ,Bondan dan
Murwoto dinyatakan bersalah dan dibuang ke Boven Digul (Papua). Demi harapan
terciptanya ketenangan di daerah jajahan. Walau telah mendapat hambatan yang
begitu besar namun perjuangan Hatta tak hanya sampai disitu, beliau terus
berjuang dan salah satu hasil perjuangan Hatta dan para pahlawan lain tersebut
adalah kemerdekaan yang telah kita raih dan kita rasakan sekarang.
Bung Hatta, Sumber Inspirasi Sosok Anti Korupsi
Perjalanan
almarhum Mohammad Hatta memperlihatkan sosok yang menghayati “kerisihan” pada
godaan uang dan kekuasaan, bahkan sampai tingkat yang sedikit “keterlaluan”
untuk ukuran masa kini di negeri kita. Mohammad Hatta sejak muda memegang
prinsip kejujuran. Maka tak heran jika ia selalu dipercaya menjadi oleh
teman-temannya. Jabatan bendahara Jong Sumatran Bond (JSB) cabang kota Padang
pernah ia pegang ketika belajar di MULO (Meer Uitgebreid Lagere School) atau
SMP berbahasa Belanda. Jabatan yang mengandalkan kejujuran dan ketelitian itu,
ia teruskan ketika ia harus hijrah ke Batavia untuk melanjutkan sekolah di
Prins Hendrik School (Sekolah Menengah Dagang).
Minatnya
pada bidang ekonomi, dan juga koperasi, terus terlihat melalui berbagai
karangan dan buku. Karenanya, pada tanggal 17 Juli 1953 dalam Kongres Koperasi
Indonesia dirinya diangkat sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Perhatiannya pada
unsur keadilan dalam ekonomi, selain dalam fokusnya pada koperasi, juga terasa
dalam kehidupan sehari-hari – dan ciri inilah yang secara konsisten
diperlihatkan, hal yang langka di antara para tokoh Indonesia terutama setelah
jaman semakin ‘maju.’
Banyak
Universitas memberikan gelar Honoris Causa padanya. Selama ia menjabat wakil
Presiden (1950-1956) dirinya tetap aktif memberikan ceramah-ceramah di pelbagai
lembaga pendidikan tinggi. Pada 1 Desember 1956, Mohammad Hatta mengundurkan
diri dari jabatan Wakil Presiden pertama. Sejak itulah, praktis ia menjadi
warga negara biasa. Beberapa tawaran perusahaan Belanda untuk menjadikan
dirinya komisaris ia tolak. Alasannya, sangat sederhana. Seperti alasan orang
Jawa,. ewuh pakewuh. “Apa kata rakyat nanti…” Hatta tidak mau mengambil tawaran
itu karena “malu” dinilai hanya mencari pangkat dan jabatan saja. Ia juga tidak
mau dinilai rakyat sebagai orang yang hanya mementingkan diri sendiri dengan tidak mau memperhatikan perkembangan
negeri ini. Sikap jujur dan sederhana ia tunjukkan dengan menolak kenaikan uang
pensiun yang tidak lagi mampu membiayai keluarganya (dengan istri dan tiga
orang anaknya). Bahkan ia juga menolak diberi rumah tambahan yang lebih besar
karena takut tak mampu membiayai ongkos perawatan rumah tersebut. Bahkan, World
Bank ketika itu pernah menawarkan kedudukan pada Hatta, namun ia tolak.
Penolakan itu juga sempat mengecewakan anak-anaknya. Halida, anak bungsunya,
mengatakan bahwa ia ingin kuliah ke luar negeri. Namun, keinginan itu tertunda
lantaran penolakan Hatta atas posisi yang ditawarkan World Bank.
Kecemasan Bung Hatta pada gelagat
korupsi ternyata menjadi kecemasan generasi-generasi berikutnya; korupsi
menjadi sumber penyakit bangsa ini, sampai kita mendapat predikat salah satu
bangsa terkorup di dunia. Sosok Bung Hatta layak menjadi inspirasi kita, agar
kita tidak putus harapan akan adanya pejabat yang dapat konsisten menjalankan
sumpah jabatannya serta mandat yang dipercayakan rakyat padanya.
Aktivitas di
Bidang Ekonomi
Ilmu ekonomi
neoklasikal maupun manajemen konvensional, bagaimanapun juga adalah ilmu
ekonomi dan manajemen yang solid. Ilmu ekonomi neoklasikal dan manajemen
konvensional telah dengan utuh mewujudkan diri dalam buku-buku teks yang hebat
dan sistematik, yang telah tersebar luas serta mendominasi pengajaran dan
pendidikan ilmu ekonomi dan kepemimpinan hampir di seluruh dunia dan telah menjadi
“bahasa dunia”. Ini telah berlangsung dalam waktu
yang cukup lama, katakanlah sejak edisi pertama buku pengantar ekonomi yang
diluncurkan oleh Paul A.Samuelson hampir setengah abad yang lalu. Buku ini hingga
edisi kedelapan belasnya saat ini, berikut buku-buku teks sejenisnya, dengan
kukuhnya telah memasyarakat di seluruh kampus kita. Maka terbentuklah mindset
liberalisme ekonomi dan competitive (belaka) pada sarjana-sarjana ekonomi
lulusan kampus-kampus kita. Leiberalisme berdasar individualisme atau “asas
perorangan” yang melahirkan akhlak dan perilaku bersaing dan bertarung telah
membudaya sebagai pola pikir pada ahli-ahli ekonomi kita. Sedangkan berdasar
ideologi negara kita, berdasar undang-undang dasar kita, kita telah
berketetapan untuk lebih menganut paham kolektivitas dan kooperativesme, atau
“kebersamaan dan asas kekeluargaan” (mutuality and brotherhood) berikut
segala aspek kelembagaan yang hidup menyertainya.
Kooperativisme
teleh berkembang sebagai gerakan koperasi yang mengglobal yang diwakili oleh
the International Cooperative Alliance (ICA) sebagai organisasi puncak bagi
gerakannya sejak lebih dari 100 tahun yang lalu. Sugden, telah memberi angin
bagi kooperativisme untuk di kenal oleh kaum ekonom maupun kepemimpinan
mainstream yang berorientasi dasar kompetitivisme. Pandangannya yang disinggung
oleh Amartya Sen dalam kerangka rasionalitas ekonomi, telah mengingatkan
kelompok mainstream itu bahwa paham kooperativisme memiliki legitimasi mendasar
dalam pemikiran ekonomi maupun kepemimpinan.
Dengan
menyadari perbedaan mendasar dari dua paradigma dan moralitas ekonomi yang
dikandung oleh masing-masing, yaitu asas perorangan vs asas kekeluargaan, maka
kita dituntut untuk dapat melahirkan koreksi-koreksi kreatif,
pembaruan-pembaruan dan terobosan-terobosan inovatif dalam pengajaran ilmu
ekonomi dan kepemimpinan. Menurut Sri Edi Swasono, ibaratnya paragraf demi
paragraf dan bab demi bab harus kita kritisi secara mendasar. Hal ini harus
kita lakukan sambil menunggu hadirnya uku teks baru yang lebih lengkap dan
solid untuk menggantikan buku-buku teks neoklasikal konservatif-konvensional
yang saat ini mendominasi kampus-kampus kita dan secara tidak sadar sudah masuk
ke dalam jiwa kita. Kita semua bertanggungjawab untuk membentukkan suatu
mindset baru (normative ideologis) pada diri para anak didik kita agar ilmu
ekonomi maupun kepemimpinan benar-benar utuh sebagai ilmu moral. Ini
merupakan tugas reformatif bagi kampus-kampus kita. Asas kebersamaan dan
kekeluargaan yang diluluhlantakkan oleh kapitalisme (neoklasik), perlu dibangun
kembali untuk menemukan kepemimpinan yang ampuh untuk
perusahaan-perusahaan Indonesia. Kepemimpinan harus berdasarkan moral dan
itulah kepemimpinan yang dikehendaki oleh Muhammad Hatta.
Tipe
Kepemimpinan Bung Hatta
Tipe kepemimpinan Bung Hatta yaitu demokratis. Karena
beliau menyerahkan dirinya secara total untuk kepentingan rakyat, jujur dan
bersih, berkomitmen penuh pada perbaikan nasib dan tingkat hidup rakyat kecil,
menegakkan dan menjalankan secara konsekuen nilai-nilai demokrasi kerakyatan,
serta mengutamakan rasio ketimbang emosi. Selain itu beliau juga berjuang dalam
usaha pendidikan rakyat.
Peranan
Mohammad Hatta dalam revolusi Nasional Indonesia dibuktikan saat persiapan
kemerdekaan dengan menjadi anggota BPUPKI dan PPKI. Selain itu Mohammd Hatta
juga berpartisipasi dalam perumusan teks proklamasi yang dituangkan dalam
penyusunan kata-kata maupun kalimatnya. Peranan Mohammad Hatta lainnya adalah
disaat menjadi wakil presiden pertama dengan persetujuan presiden dan anggota
komite nasional Mohammad Hatta menandatanggani
dua maklumat yaitu maklumat no.X yang berisi tentang pembentukan Komite
Nasional Pusat yang akan membantu tugas dari presiden dan maklumat 3 Nopember
1945 yang berisi tentang pembentukan partai-partai politik. Peran Mohammad Hatta di saat menjabat
perdana menteri adalah dengan keberaniannya Mohammad Hatta menerima dan
melaksanakan hasil dari perjanjian Renvile yang mendapat protes keras dari
rakyat Indonesia. Peran Mohammad Hatta yang tidak kalah penting adalah disaat
Mohammad Hatta menjadi delegasi Indonesia di
Konferensi Meja Bundar yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda dengan gigihnya
Mohammad Hatta memperjuangkan Irian Barat yang semula tidak akan dikembalikan
ke Indonesia oleh pemerintah Belanda. Mohammad Hatta juga menolak jumlah hutang
Belanda yang harus dibayar Indonesia.
Setiap
pemimpin bangsa meninggalkan sosok, kepribadian, karakter, visi, komitmen,
serta pergulatan dan suri tauladan yang dapat diambil hikmahnya. Untuk
menghadapi pancarobanya perubahan zaman seperti kita jalani sekarang ini, sosok
Bung Hatta benar-benar suatu mercusuar. Bung Hatta percaya kepada rakyat.
Karena itu, ia konsisten dan konsekuen menegakkan kedaulatan rakyat. Ia pun
sadar, rakyat perlu dididik. Dididik untuk membaca dan menulis agar terbuka
pintu untuk menimba pengetahuan dan pengalaman. Seperti pemimpin pergerakan
lainnya, ia mengajar di sekolah, terutama ia juga mengajar lewat media seperti Daulat Rakyat serta pendidikan kader.
Meskipun
caranya tidak sevokal Bung Karno, Hatta pun mementingkan pendidikan karakter
rakyat. Mandiri, tahu hak dan kewajiban, mau mengambil tanggung jawab. Sosok
Hatta yang kecuali cerdas dan cakap, juga efektif karena ketekunannya, karena
mau mengontrol dan mau check
and recheck. Menggerakkan
bahkan turun ke lapangan secara langsung dan tidak langsung. Bukan sekadar
melek huruf yang merupakan pendidikan rakyat, kata Bung Hatta, tetapi juga
bahkan terutama karakternya. Karakter rakyat. Apakah untuk zaman kita,
pendidikan karakter rakyat sama atau kental konotasinya dengan pendidikan
masyarakat kewargaan, masyarakat madani, civil
society?
BAB III
KESIMPULAN
3.1) Kesimpulan
Tipe kepemimpinan Bung Hatta yaitu demokratis. Karena
beliau menyerahkan dirinya secara total untuk kepentingan rakyat, jujur dan
bersih, berkomitmen penuh pada perbaikan nasib dan tingkat hidup rakyat kecil,
menegakkan dan menjalankan secara konsekuen nilai-nilai demokrasi kerakyatan,
serta mengutamakan rasio ketimbang emosi. Selain itu beliau juga berjuang dalam
usaha pendidikan rakyat.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
No comments:
Post a Comment
Don't forget to give your's comennt :)
Thanks for a lot