KRISIS POLITIK DI UKRAINA
Kiev: Ukraina kini tengah bergejolak akibat
dilanda krisis politik. Akibatnya, Liga Premier yang bergulir di negara pecahan
Uni Soviet yang terletak di Eropa Timur tersebut, untuk sementara dihentikan
sampai waktu yang belum ditentukan.
Dua tim raksasa Ukraina, Dynamo Kiev
dan Shakhtar Donetsk, dijadwalkan bertemu di Stadion NSC Olimpiyskyi, akhir
pekan lalu. Akan tetapi pertandingan lanjutan liga yang masuk pekan ke-18 itu,
urung digelar karena krisis tersebut.
Kendati demikian, suporter kedua klub
itu menggelar pertandingan persahabatan pada waktu serta stadion yang sama.
Tidak hanya suporter, pertandingan itu juga diramaikan oleh berapa mantan
pemain profesional Ukraina seperti Olexandr Shovkovskyi (39) dan Volodymyr
Yezerskyi (37).
Pertandingan
yang dipimpin oleh wasit profesional itu berakhir imbang 1-1. Di susunan
klasemen sementara, Dynamo Kiev kini berada di peringkat ke-3 dengan 33 poin,
hasil dari 10 kali menang, 3 kali imbang dan 4 kali kalah. Sementara Shakhtar
Donetsk berada di puncak dengan 38 poin setelah meraih 12 kali kemenangan, 2
imbang dan 3 kali kalah.
Krisis politik meletus di Ukraina pada
November 2013, setelah menggulingkan presiden negara itu Viktor Yanukovych
menahan diri untuk menandatanganani Perjanjian Asosiasi dengan Uni Eropa tetapai
lebih mendukung hubungan dengan Rusia.
[WASHINGTON]
Tujuh negara ekonomi termaju dunia yang tergabung dalam G8 (Kelompok 8)
mengancam memboikot rencana pertemuan yang akan berlangsung di Sochi, Rusia,
pada Juni 2014. Hal
itu, terkait dengan tindakan Rusia menambah pasukan tentara di Pangkalan
Angkatan Laut, Semenanjung Crimea, yang dinilai semakin memperkeruh krisis
politik di Ukraina dan mengarah pada intervensi militer.
“Kami
telah memutuskan untuk sementara waktu menangguhkan partisipasi kami dalam
kegiatan yang terkait dengan persiapan KTT G8 yang dijadwalkan berlangsung di
Sochi pada bulan Juni mendatang, sampai tercipta kondisi yang memungkinkan bagi
G8 untuk melakukan diskusi yang bermakna,” demikian pernyataan tujuh negara
anggota G8 seperti dikutip AFP.
Pernyataan
mengenai ancaman terhadap Rusia itu, ditandatangani pemimpin negara Amerika
Serikat (AS), Inggris, Jerman, Prancis, Jepang, Kanada, Italia serta pemimpin
Komisi Eropa dan dipublikasikan oleh Gedung Putih, di Washington, Minggu (2/3).
Dalam
pernyataan tersebut, tujuh negara anggota G-8 menegaskan aksi militer yang
dilakukan Rusia di Crimea telah melanggar kedaulatan Ukraina dan tak sejalan
dengan komitmen menegakkan demokrasi yang disepakati Rusia ketika bergabung
menjadi anggota G8 pada 1997.
Tindakan
Rusia tersebut, juga telah mencoreng perjanjian perdamaian antara Rusia dengan
Ukraina yang dimediasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Terkait dengan itu,
tujuh negara anggota G8 mendesak Rusia tidak melakukan tindakan apapun yang
mengarah pada ancaman terhadap territorial dan integrasi Ukraina.
“Kami
menyerukan kepada Rusia untuk mengatasi kekhawatiran terhadap ancaman keamanan
atau hak asasi manusia yang sedang berlangsung di Crimea melalui upaya
negoisasi langsung dengan Ukraina atau melalui mediasi PBB atau Organisasi
untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa,” bunyi pernyataan itu.
Ketujuh
negara anggota G8 juga meminta semua pihak baik di Ukraina maupun Rusia untuk
semaksimal mungkin menahan diri dan mengurangi tindakan yang dapat meningkatkan
ketegangan. Mereka
juga menyatakan dukungan bagi pemerintahan sementara Ukraina yang telah
terbentuk dan akan membantu Ukraina dalam upaya menjaga stabilitas politik,
keamanan, ekonomi dan kesejahteraan.
“Kami
bersatu dalam mendukung kedaulatan Ukraina dan integritas teritorial, dan
haknya untuk memilih masa depannya sendiri,” demikian pernyataan tujuh negara
anggota G8 yang bersumpah akan mendukung Ukraina menegosiasikan kesepakatan
dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk mencegah krisis ekonomi.
PEMBELOTAN
Sementara itu, Kepala Angkatan Laut Ukraina, Laksamana Denys Berezovsky, membelot terhadap pemerintah interim Ukraina. Dia mengangkat sumpah di hadapan pemimpin negara bagian Crimea yang pro-Rusia untuk mendukung penolakan terhadap pemerintahan interim Ukraina dan memperluas otonomi Crimea.
Sementara itu, Kepala Angkatan Laut Ukraina, Laksamana Denys Berezovsky, membelot terhadap pemerintah interim Ukraina. Dia mengangkat sumpah di hadapan pemimpin negara bagian Crimea yang pro-Rusia untuk mendukung penolakan terhadap pemerintahan interim Ukraina dan memperluas otonomi Crimea.
Berezovsky
yang baru saja diangkat sebagai Kepala Angkatan Laut Ukraina, memberikan
perintah kepada pasukan angkatan laut Ukraina yang bertugas di Crimea untuk
mengabaikan perintah dari pihak-pihak berwenang di Ibukota Kiev dan mengumumkan
tanggal 2 Maret sebagai hari kelahiran Angkatan Laut Republik Otonom Crimea.
Pemerintah
interim Ukraina menilai Berezovsky sebagai pembelot dan menempatkannya dalam
penyelidikan terkait pengkhianatan terhadap negara. Berezovsky juga dipecat
oleh Menteri Pertahanan interim Ukraina, Ihor Tenyukh. [AFP/AP/BBC/J-9]
Referensi:
No comments:
Post a Comment
Don't forget to give your's comennt :)
Thanks for a lot